Satu tahun kebelakang
merupakan 1 kalender penuh yang unik. Banyak hal baru yang saya dapatkan
dan banyak pelajaran yang harus saya terima, yang pada akhirnya untuk
mendewasakan diri. Bertemu orang baru, tantangan baru dan sesekali
mencoba untuk keluar dari zona nyaman. Apa yang terjadi setahun kebelakang telah saya tanggalakan bersama memori yang terselip disana, mungkin sesekali akan saya buka kembali.
Kini 2020, juga berarti 2 dekade usia saya hidup di dunia. Apa yang telah berlalu di belakang biarlah menjadi memori yang kelak dapat dikenang, indah dan buruk itu tergantung cara kita menyikapinya. Menyambut tahun yang baru ini, saya selayaknya manusia lainnya pasti berharap akan terjadi hal yang baik, mungkin lebih baik dari tahun sebelumnya, apapun itu, tentang perkuliahan, dan segi kehidupan yang lain, meski saya juga tahu tak seluruh hal dapat berakhir dengan baik.
Salah satu momen membahagiakan di tahun 2019, mengunjungi Ranu Kumbolo dan menyapa matahari pagi disana
Ekspektasi dan rencana pada tahun yang baru perlahan saya susun dengan rapi kelak harus satu persatu saya penuhi. Semangat menggebu dan harapan yang tinggi menyongsong tahun yang baru ini.
Januari berlangsung normal dan berjalan semestinya. Saya dan rekan kuliah mengakhiri semester ini dengan baik. Kami kemudian merencanakan untuk berlibur bersama ke Kota Lampung awal bulan depan. Kami berdiskusi di Whatsapp Group perihal tersebut, sesekali saya membuka kanal berita di handphone saya. Kebarakan hutan, Banjir jakarta, dan berita lainnya memenuhi timeline, tetapi ada satu berita yang menarik perhatian saya, yang sangat asing terdengar oleh telinga yaitu mengenai virus yang sedang melanda satu kota di Tiongkok, tepatnya di Kota Wuhan, Provinsi Hubei. Virus yang konon katanya berasal dari pasar yang terletak disana, yang kemudian membuat pasar tersebut ditutup untuk sementara waktu. Virus ini kemudian diketahui dapat menyebar antar manusia yang menyebabkan penderitanya terus meningkat, yang mengakibatkan bukan hanya pasar tersebut yang ditutup sementara, namun kota tersebut juga dikarantina wilayah atau yang kemudian kita kenal dengan lockdown. Tak sampai disitu, virus ini diketahui telah menyebar ke banyak tempat, tak hanya di Tiongkok tempatnya berasal tapi sudah menyebar ke negara lain di penjuru dunia. Virus inilah yang sekarang lebih dikenal dengan sebutan Covid-19.
Namun berita tersebut tidak terdengar nyaring dan terlihat tak menarik bagi Masyarakat dan Pemerintah Indonesia, sehingga virus ini seperti dianggap hanya angin yang akan segera berlalu diawal kedatangannya, tidak terkecuali saya dan teman-teman. Tanpa menghiraukan mengenai Covid-19, kami berangkat menuju Kota Lampung diawal februarui untuk liburan disana. Kami bersenang-senang dan mengabadikan momen selama kurang lebih satu minggu disana. Menginap di rumah salah satu teman yang ada disana adalah salah satu cara kami agar menghemat uang selama liburan. Kami rapat tiap malam layaknya pasukan elite yang merencakan penyerangan terhadap musuh esok hari dikala perang, yang membedakannya adalah kami hanya mahasiswa yang merencanakan destinasi mana yang akan kami tuju esok hari. Pantai, bukit, atau sekedar menikmati sore yang rasa-rasanya beda di tempat kami berasal.
Tempat wisata disini terlihat ramai, orang bercengkrama satu sama lain tanpa rasa takut, sedangkan di negeri seberang ada satu kota yang bahkan warganya dilarang untuk keluar rumah, dan beberapa kota di bagian dunia lain menerapkan batasan-batasan mencegah Covid-19 atau virus ini menyebar. Sangat berbanding terbalik. Memang per februari belum ada kasus yang terkonfirmasi di negara ini tetapi di negara tetangga sudah ada sebagian meski tak semasif di tempat asalnya. Negara lain yang belum terdampak layaknya negara kita bersiaga dengan “berlebihan”, membatasi laju transportasi dari luar negeri dan seleksi yang sangat ketat. Negara kita sedikit berbeda atau justru beda sendiri, tanpa seleksi yang ketat pemerintah justru gencar mempromosikan pariwisata. Ditambah lagi mengeluarkan statement yang mungkin bertujuan menenangkan masyarakat atau terlalu percaya diri dengan menghimbau masyarakat untuk “Enjoy aja!”.
Beberapa hari kemudian setelah kami pulang dan jadwal perkuliahan pun telah memaksa kami untuk kembali ke kampus, Berita mengenai Covid-19 mulai naik daun. Sekitar dua minggu setelahnya mulai ada kasus yang terkonfirmasi di Indonesia. Pemerintah kemudian menyampaikan himbauan untuk masyarakat menjaga kesehatan dengan cara menjaga kebersihan tangan, mengkonsumsi makanan yang sehat, berolahraga serta menjaga jarak satu sama lain. Virus ini diketahui akan berdampak buruk bagi mereka yang memiliki imun tubuh lemah dan cara mengatasinya yang paling sederhana adalah seperti yang dihimbau pemerintah diatas. Namun tak sedikit masyarakat yang berinisiatif untuk menggunakan masker sebagai bentuk pencegahan, mengetahui bahwa masuknya virus ini ketubuh diawali dari indra yang ada di wajah. Saya adalah sedikit dari orang-orang yang menggunakan masker tersebut.
Grafik dari kasus yang terkonfirmasi di Indonesia kemudian terus meningkat, hal itu diikuti dengan trend menggunakan masker di masyarakat. Permintaan yang tinggi sedangkan barang yang terbatas menyebabkan harga masker melambung tinggi, diikuti dengan produk kebersihan lainnya seperti handsanitizer. Belum lagi banyak orang-orang yang egois yang mementingkan diri sendiri dengan meninmbun masker untuk dijual kembali dengan harga yang jauh lebih mahal. Melihat trend tersebut, pemerintah menyikapi dan berkata bahwa penggunaan masker tidaklah wajib dan masker hanya diperuntukan bagi tenaga medis dan bagi mereka yang sakit. Perkataan pemerintah tersebut hanya didengarkan bagi sebagian orang saja, sedangkan yang lain tetap waspada menggunakan masker mereka.
Tak butuh waktu lama bagi pemerintah untuk mengubah statement mereka, selang beberapa hari pemerintah berkata seluruh masyarakat WAJIB untuk menggunakan masker tanpa terkecuali. Pernyataan yang berubah-ubah seperti inilah yang membuat masyarakat bertanya-tanya, apakah pemerintah serius mengatasi Covid-19 dan apakah mereka tahu apa yang harus dilakukan?.
Kegiatan perkuliahan berjalan seperti biasa, yang membedakan adalah hampir seluruh warga kampus menggunakan masker, kecuali mereka yang memiliki keyakinan sendiri. Terdengar kabar bahwa di Pulau seberang, di jawa, sudah banyak kampus yang melakukan kegiatan perkuliahan dari rumah, bukan hanya perkuliahan namun mereka yang kantoran pun demikian. Mungkin disana sudah parah sekali. Sedangkan kampus kami belum ada kabar mengenai kemungkinan tersebut, juga perkantoran masih berkerja normal, apakah harus menunggu separah Jawa? Hanya mereka yang tahu. Pulau jawa memang yang paling parah terdampak Covid-19 di Indonesia saat ini. Namun yang mengherankan, mengapa pemerintah khususnya pusat belum memberikan kebijakan yang tegas akan hal itu, tidak lockdown seperti yang diberlakukan negara lain atau kebijakan lain yang seharusnya diterapkan dengan cepat. Menghimbau masyarakat berkerja dari rumah rasanya tak cukup, masih banyak masyarakat yang berkeliaran dan tak menjaga jarak sama sekali.
Memasuki April pemerintah mulai mensosialisasikan kebijakan yang bernama Pembatasan Sosial Berskala Besar atau PSBB yang dilakukan dengan membatasi aktivitas tertentu. Diawali dari Jakarta dan diikuti daerah lainnya. Diawal penerapannya PSBB berjalan cukup baik, terlihat jalanan lengang masyarakat patuh dengan tidak beraktivitas diluar rumah. Namun seiring memasuki pertengahan bulan Mei dan mendekati Hari Raya Idul Fitri masyarakat tampak mulai cuek dengan PSBB yang berlaku, jalanan tak lagi lengang, pusat perbelanjaan kembali ramai, prosedur-prosuder pencegahan seperti menjaga jarak tak lagi diindahkan.
Kini per 21 mei 2020 kasus positif Covid-19 di Indonesia menyentuh angka 20.162 dengan penambahan terbanyak perhari kurang lebih 900 orang.
Entah masyarakat yang tak patuh atau pemerintah yang kurang tegas, Namun sudah sepatutnya momentum seperti ini dijadikan momentum kita untuk belajar bersama-sama bersatu melawan musuh yang sama yaitu Covid-19. Masyarakat yang kooperatif dan pemerintah yang tegas dan tak salah langka dalam membuat kebijakan tentunya akan menekan angka positif tersebut.
Hal positif lain yang dapat kita ambil dan pelajari selama pandemi ini adalah pertumbuhan kepedulian sosial, dengan saling membantu. terutama bagi mereka yang terkena dampak, kita melupakan semua perbedaan dan fokus untuk saling membantu, dan kenyataan bahwa kita masih saling membutuhkan.
Harapan saya setelah Covid-19 ini berlalu kita dapat bangkit dan menjadi bangsa yang lebih baik. Pelajaran seperti menjaga kebersihan serta hal baik lainnya tidak dilupakan masyarakat, dan Pemerintah harus belajar bertindak cepat kedepannya, tidak perlu menunggu parah dahulu baru bertindak.